NAMA :ASTRI NUR LELY
NPM :
11211274
KELAS :
4EA22
TUGAS
KE : 4
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
Moralitas
Koruptor
ABSTRAK
Astri Nur Lely, 11211274, 4EA22
Kata Kunci : Moralitas Koruptor,
Korupsi
Penulisan ini dibuat untuk
mengetahui untuk mengetahui penyabab terjadinya korupsi, dampak korupsi terhadap sebuah
kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi.
Metode Penulisan ini adalah pada penulisan ini penulis mencari informasi yang
ada dari sumber-sumber di media sosial (internet) mengenai etika bisnis agar
rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan
data sekunder. Pasar monopoli timbul akibat adanya
praktek monopoli yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha atau
penjual yang mengakibatkan dikuasainya produksi dana atau pemasaran atas barang
dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Dampak korupsi terhadap bisnis dan
perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan
meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang
dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi
oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Korupsi
adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan dapat merugikan suatu
bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang
terbilang cukup banyak. Komisi Pemberantasan Korupsi berulang kali menetapkan
tersangka perkara korupsi yang terjadi di Indonesia. Sejumlah tersangka
memiliki latar belakang pendidikan tinggi, seperti lulusan S3 atau bahkan
sampai Guru Besar. Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula
merupakan penyakit moral. Moral yang dimaksud adalah moralitas obyektif dann
moralitas subyektif. Pemberantasan korupsi dengan demikian memasuki kedua ranah
tersebut. Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan hokum yang
amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam peran budi
nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
Banyak berita mengenai
kasus korupsi yang ada di media, mulai dari kalangan atas ( pejabat, wakil
rakyat, dan lain-lain), kalangan menengah (PNS, karyawan, dan lain-lain) dan
kalangan bawh . Lemahnya kejujuran, kebenaran dan kesungguhan termasuk faktor
banyaknya korupsi. Kemudiann masalah ini terus menerus bertambah dari tahun ke
tahun dan terkesan seperti membudidaya, tidak hanya pada golongan elit kelas
atas namun sampai ke struktur organisasi terkecil.
1.2 Rumusan masalah dan batasan masalah
Rumusan masalah pada penulisan ini,
adalah :
1. Apa penyebab
terjadinya korupsi?
2. Bagaimana
dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3. Siapa yang harus
bertanggung jawab atas
terjadinya korupsi ini?
Dalam penyusunan ini penulis
membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi penyebab
terjadinya korupsi,
dampak
korupsi tehadap suatu bisnis
dan siapa
yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi.
1.
Untuk
mengetahui penyabab terjadinya korupsi
2.
Untuk
mengetahui dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
3.
Untuk
mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi
Korupsi menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang
ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Korupsi Menurut Ilmu Politik didefinisikan sebagai
penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang
disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum,
perusahaan, atau pribadi lainnya.
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi didefinisikan sebagai
pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan
materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang
melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan
jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang
umum dan swasta.
Komisi
Pemberantasan Korupsi berulang kali menetapkan tersangka perkara korupsi yang
terjadi di Indonesia. Sejumlah tersangka memiliki latar belakang pendidikan
tinggi, seperti lulusan S3 atau bahkan sampai Guru Besar. Korupsi adalah
penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral. Moral yang
dimaksud adalah moralitas obyektif dann moralitas subyektif. Pemberantasan
korupsi dengan demikian memasuki kedua ranah tersebut. Korupsi bisa diberantas
jika secara obyektif ia dilarang (dengan
memberlakukan hokum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi
(dengan mempertajam peran budi nurani yang dimiliki oleh setiap manusia). Di
satu sisi, penegakan moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main dalam
hidup bernegara, ketegasan, pemerintah dalam menegakkan hokum terhadao para
koruptor, dan pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Disisi lain,
penegakkan moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas apparatus
Negara, pembenahan hidup kemanusiaan sebagai makhluk yang berakal budi, dan
penajaman hati nurani. Penekanan kepada salah satu moralitas saja sudah cukup
baik, tetapi belum cukup,
Moralitas
obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai kebaikan bersama.
Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan dipatuhi
bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk berakal budi.
Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma,
dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud
aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan
yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya
undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya,
manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi. Pelanggaran terhadap
moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai sanksi dan hukum yang
berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika secara obyektif dia terbukti
melakukan korupsi.
Moralitas
subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati sanubari
manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia mempunyai
dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan, dan ini
harus ditaati. Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma
subyektif ini tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa
mengawasi moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa,
ataupun KPK, melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar
jika seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan
bebas. Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan
karena hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru
sanksi dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika
hukuman obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun
dan setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang
dijatuhkan nurani manusia!
Pada penulisan ini penulis mencari informasi yang ada dari
sumber-sumber di media sosial (internet) mengenai etika bisnis agar rumusan dan
tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan data
sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai
tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro
Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
4.1 Penyebab Terjadinya Korupsi
Dari aspek ekonomi, dampak dari
suatu tindak korupsi contohnya: Pertama, Pendanaan untuk petani, usaha kecil
maupun koperasi tidak sampai ke tangan masyarakat. Kondisi seperti ini dapat
menghambat pembangunan ekonomi rakyat. Keseluruhan dampak dari tindakan korupsi
dalam ilmu kriminologi, dipastikan dapat terjadi karena dua hal, yakni:
o
Pertama, adanya niat (Intention). Intention/Niat
ini dapat dihubungkan dengan faktor moral, budaya, individu, keinginan, dsb.
o
Kedua, adanya kesempatan (Moment).
Moment/Kesempatan ini dapat dihubungkan dengan faktor sistem, struktur sosial,
politik dan ekonomi, struktur pengawasan, hukum, permasalahan kelembagaan,
dll..
Beberapa faktor yang menjadi alasan
dari tindak korupsi, yaitu:
Merupakan
faktor yang dapat mendorong seseorang melakukan korupsi karena keinginan untuk
memiliki sesuatu namun pendapatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya.
Merupakan
faktor yang biasanya dilakukan karena permintaan dari seseorang, kerabat atau
bahkan atasan sendiri yang tidak bisa dihindari.
Merupakan
faktor yang biasanya dilakukan oleh atasan atau pemegang kekuasaan dengan
memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki untuk memperkaya dirinya,
walaupun dengan cara yang salah dan melanggar undang – undang.
Merupakan
faktor yang biasanya dilakukan oleh pejabat tinggi seperti bupati / walikota,
ditingkat kabupaten / kota atau gubernur ditingkat provinsi dengan menganggap
bahwa wajar bila memiliki rumah mewah, mobil mewah dan lain sebagainya karena
ia seorang pejabat pemerintahan.
Untuk
menangani hal di atas, diperlukan dukungan dan tindak yang tegas baik dari
pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitar. Adanya sanksi hukum yang
jelas, terbuka, transparan dengan kedudukan yang sama untuk setiap orang, baik
pejabat atau masyarakat.
Dampak korupsi terhadap bisnis dan
perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan
meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang
dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi
oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi
berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat
sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran
suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari
kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam
persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan –
perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya
yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian
perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat
akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk
kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri
sendiri.
4.3 Pengaruh Korupsi terhadap kegiatan
bisnis :
·
Menghambat
investasi dan pertumbuhan ekonomi.
· Korupsi
melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program
pembangunan.
·
Korupsi
menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
·
Korupsi
berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.
Cara
Memberantas Tindak Pidana Korupsi :
·
Strategi
Preventif. Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-halyang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yangterindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkanpenyebab korupsi. Disamping itu perlu
dibuat upaya yang dapatmeminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
inimelibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil danmampu
mencegah adanya korupsi.
·
Strategi
Deduktif. Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem
yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi
sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu
perbuatan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik
itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
·
Strategi
Represif. Strategi
ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang
terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiranini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikandan penuntutan sampai dengan peradilan
perlu dikaji untuk dapatdisempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebutdapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
4.4 Pihak
yang Bertanggung Jawab Atas Terjadinya Korupsi
Pihak yang harus bertanggung jawab
akan adanya korupsi di Indonesia adalah Pemerintah, Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) dan masyarakat. Pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap
pelaku-pelaku korupsi tanpa memandang pelaku adalah orang terpenting di negara
kita atau seseorang yang memiliki pengaruh besar pada negera kita, agar hukum
tetap adil di semua kalangan. Kemudian tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan
Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan tugas dan wewenang KPK
menurut pasal 6 adalah :
1. Koordinasi dengan instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2. Supervisi terhadap instansi yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan
pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap
penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Masyarakat
juga harus bisa bertanggung jawab dalam masalah ini, karena masyarakat harus
dapat membantu pemerintah dalam memberantas korupsi ini dengan lebih aktif
seperti melapor jika mengetahui ada yang berbuat penyalah gunaan seperti
korupsi ini dan harus peka terhadap masalah ini di lingkungan sekitar.
Lemahnya kejujuran,
kebenaran dan kesungguhan termasuk faktor banyaknya korupsi. Dampak korupsi terhadap bisnis dan
perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan
meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan
ekonomi di Indonesia. Dampak korupsi Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak
pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga
masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk
(barang / jasa). Pihak yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di
Indonesia adalah Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat.
Pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap pelaku-pelaku korupsi tanpa
memandang pelaku adalah orang terpenting di negara kita atau seseorang yang
memiliki pengaruh besar pada negera kita, agar hukum tetap adil di semua
kalangan. Kemudian tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut
pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Masyarakat juga harus bisa bertanggung
jawab dalam masalah ini, karena masyarakat harus dapat membantu pemerintah
dalam memberantas korupsi ini dengan lebih aktif seperti melapor jika
mengetahui ada yang berbuat penyalah gunaan seperti korupsi ini
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat
diberikan yaitu Hukum di negara yang mengatur tentang korupsi harus lebih
diterapkan lagi agar para koruptor jera dan tidak bisa melakukan kegiata
korupsi lagi yang merugikan semua pihak ini. Masyarakat juga harus aktif juga
dalam masalah ini
http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html
Ernawan, Erni R., Business
Ethics: Etika Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta, 2007
Dr. Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis
(Tuntutan dan Relevansinya), Yogyakarta: Kanisius, 2006