Perbatasan Wilayah Negara Indonesia
dengan Negara Lain – Perjanjian Bilateral dan Persoalan yang ada
Negara Republik Indonesia terletak
diantara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT, antara Lautan
Pasifik dan Lautan Hindia,
antara benua Asia dan benua Australia,
dan pada pertemuan 2 rangkaian pegunungan,
yaitu Sirkum Pasifik dan
Sirkum Mediterranean. Indonesia memiliki garis pantai yaitu
sekitar 81.900 kilometer dan wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan
darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia
berbatasan langsung dengan negara-negara seperti Malaysia, Papua Nugini dan
Timor Leste. Sedangkan wilayah laut Indonesia berbatasan dengan 10 negara,
seperti India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik
Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini.Ada beberapa permasalahan
wilayah diantaranya maka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan
penyelesaian masalah garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga
dengan semangat good neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara
bertetangga yang baik, seperti :
1.
Perjanjian bilateral dan persoalan
yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Malaysia
Kedua belah pihak ini sepakat
(kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada
tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia
dan Malaysia, yang dengan Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia –
Malaysia kedua negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969,
tak lama berselang Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan,
Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal tersebut membingungkan
Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura
tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda
tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi
pada tahun 1979 pihak
Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritime yang
secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok
maritim Ambalat ke dalam wilayahnya melewati Pulau Sebatik.
Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk
pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun
1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Kasus
ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan,
juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional. Batas wilayah
antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat
Pulau Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa
batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke
arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang
ditetapkan pada tahun 1969.
2. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Singapura
Batas wilayah laut antara Indonesia
dan Singapura ditentukan atas dasar hukum internasional. Perjanjian ini
didasari atas Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The United Nations
Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara juga turut
meratifikasi UNCLOS. Ratifikasi dari batas wilayah laut yang disetujui ini
merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah
disetujui oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973. Sementara perjanjian
terbaru yang diratifikasi, mempertegas batas wilayah laut dari Pulau Nipa
hingga Pulau Karimun Besar. Sedangkan pada sebelah barat, pihak keamanan dan
petugas navigasi dari kedua negara dapat melaksanakan tugas mereka secara
signifikan tanpa ada gangguan di wilayah Selat Singapura.
Perjanjian ini akan menentukan dasar
hukum bagi petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan navigasi,
penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum yang
berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah perbatasan
mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara Bintan
serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Masalah yang sering terjadi penambangan pasir laut di perairan
sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura,
telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan mengakibatkan kerusakan ekosistem
pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan yang
semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan pasir
laut.. Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil
karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah.
3. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Filipina
Proses perundingan batas maritim RI
– Filipina yang dilakukan sampai dengan tahun 2007 telah mencapai kemajuan yang
signifikan dengan dihasilkannya kesepakatan atas garis batas diantara kedua Tim
Teknis Perunding. Pada kesempatan pertemuan bilateral tingkat kepala negara
antara RI-Filipina yang diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2011, Menteri Luar
Negeri kedua negara telah menandatangani Joint Declaration between the Republic
of Indonesia and the Republic of the Philippines concerning Maritime Boundary
Delimitation. Masalah yang sering
terjadi belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia
dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu
isu yang harus dicermati.
4. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Thailand
Batas Landas Kontinen telah
diselesaikan. penetapan garis batas landas kontinen kedua negara terletak di
Selat Malaka dan laut Andaman. Perjanjian ini ditandatangai tanggal 17 Desember
1971, dan berlaku mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas ZEE masih
dirundingkan. Pertemuan penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal 25
Agustus 2010 di Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan parlemen
untuk berunding. Masalah yang sering
terjadi ditinjau dari segi geografis, Penangkapan ikan oleh nelayan
Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan
di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah
sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
5. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Vietnam
Indonesia dan Vietnam telah
menyelesaikan perjanjian batas Landas Kontinen pada tahun 2003. Batas landas
kontinen antara Indonesia – Vietnam ditarik dari pulau besar ke pulau besar
(main land to main land). Dalam perjanjian tersebut Indonesia berhasil
meyakinkan Vietnam untuk menggunakan dasar Konvensi Laut UNCLOS 1982. Dengan
demikian prinsip Indonesia sebagai negara Kepulauan telah terakomodasi.
Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan Viet Nam yang masih harus
dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE. Kedua negara kini tengah
menjajaki untuk mempelajari proposal garis batas ZEE masing-masing. Masalah yang sering terjadi wilayah
perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di
Vietnam, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan
perbedaan pemahaman. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan
perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.
6. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Australia
Perairan antara Indonesia dengan
Australia meliputi wilayah yang sangat luas, terbentang lebih kurang
2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan P.Chrismas. Perjanjian
perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah ditentukan dan
disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari perkembangannya,
karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik sebelum berlakunya UNCLOS ’82
(menggunakan Konvensi Genewa 1958) maupun sesudahnya. Perjanjian yang telah
ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor Leste yang telah merdeka
sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang menjadi batal dan batas-batas
laut yang ada harus dirundingkan kembali secara trilateral antara RI – Timor
Leste – Australia. Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui pembagian
Timor Gap yang dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone yang disebut
”Zone Of Cooperation”. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif mulai tanggal 9
Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian yang sudah ada
sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian ini secara
otomatis menjadi batal. Masalah yang
sering terjadi penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar
wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
7. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan -India
Garis Batas Landas Kontinen
Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju
arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan
pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas
Kontinen kedua negara. Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara
masih belum ada kesepakatan. Masalah
yang sering terjadi perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo
di Aceh dan pulau Nicobar di India. Permasalahan di antara kedua negara
masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak,
terutama yang dilakukan para nelayan.
8. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Papua
Nugini
Batas darat Indonesia dan Papua New
Guinea didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis
batas Indonesia dan Papua Nugini. Ditandatangani pada Tanggal 12 Februari 1973
di Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan
membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian
bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan demarkasi batas
darat antara kedua negara. Masalah yang
sering terjadi persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar
penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap
hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
9. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Timor
Leste
Berdirinya negara Timor Leste
sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara
Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut
antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai
sekarang. First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor Leste
dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati
penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan
perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border
Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003. Masalah yang sering terjadi saat ini
sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata
uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara
sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan
ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi
perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional.
10. Perjanjian
bilateral dan persoalan yang ada pada Negara Republik Indonesia dengan Republik
Palau
Republik Palau berada di sebelah
Timur Laut Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan
1350.50” BT. Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500
km2. Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki yuridiksi dan
kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga 200 mil laut.
Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi kepulauan. Masalah yang sering terjadi Palau
memiliki Zona Perikanan yang diperluas (Extended Fishery Zone) hingga
berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang lebarnya 200 mil laut diukur
dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang tindih antara ZEE Indonesia
dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik Palau.
Referensi :