Selasa, 30 Desember 2014

Tugas 4 Etika Bisinis

JURNAL ETIKA BISNIS
MORALITAS KORUPTOR




                                    NAMA            :ASTRI NUR LELY
NPM               : 11211274
KELAS           : 4EA22
TUGAS KE       : 4







UNIVERSITAS GUNADARMA
2014


Moralitas Koruptor

ABSTRAK


Astri Nur Lely, 11211274, 4EA22

Kata Kunci : Moralitas Koruptor, Korupsi


Penulisan ini dibuat untuk mengetahui untuk mengetahui penyabab terjadinya korupsi, dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi. Metode Penulisan ini adalah pada penulisan ini penulis mencari informasi yang ada dari sumber-sumber di media sosial (internet) mengenai etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan data sekunder. Pasar monopoli timbul akibat adanya praktek monopoli yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha atau penjual yang mengakibatkan dikuasainya produksi dana atau pemasaran atas barang dan jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Korupsi adalah suatu tindakan yang sangat tidak terpuji dan dapat merugikan suatu bangsa. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah kasus korupsi yang terbilang cukup banyak. Komisi Pemberantasan Korupsi berulang kali menetapkan tersangka perkara korupsi yang terjadi di Indonesia. Sejumlah tersangka memiliki latar belakang pendidikan tinggi, seperti lulusan S3 atau bahkan sampai Guru Besar. Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral. Moral yang dimaksud adalah moralitas obyektif dann moralitas subyektif. Pemberantasan korupsi dengan demikian memasuki kedua ranah tersebut. Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan hokum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam peran budi nurani yang dimiliki oleh setiap manusia).
Banyak berita mengenai kasus korupsi yang ada di media, mulai dari kalangan atas ( pejabat, wakil rakyat, dan lain-lain), kalangan menengah (PNS, karyawan, dan lain-lain) dan kalangan bawh . Lemahnya kejujuran, kebenaran dan kesungguhan termasuk faktor banyaknya korupsi. Kemudiann masalah ini terus menerus bertambah dari tahun ke tahun dan terkesan seperti membudidaya, tidak hanya pada golongan elit kelas atas namun sampai ke struktur organisasi terkecil.

1.2              Rumusan masalah dan batasan masalah
            1.2.1        Rumusan masalah
            Rumusan masalah pada penulisan ini, adalah :
1.      Apa penyebab terjadinya korupsi?
2.      Bagaimana dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis ?
3.      Siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi ini?


           1.2.2        Batasan Masalah
Dalam penyusunan ini penulis membatasi menjadi beberapa sub pokok bahasan meliputi penyebab terjadinya korupsi, dampak korupsi tehadap suatu bisnis dan siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi.

1.3  Tujuan Masalah
  1.      Untuk mengetahui penyabab terjadinya korupsi
  2.      Untuk mengetahui dampak korupsi terhadap sebuah kegiatan bisnis
  3.      Untuk mengetahui siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya korupsi


BAB 2
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian Korupsi
Korupsi menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah: Setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi Menurut Ilmu Politik didefinisikan sebagai penyalahgunaan jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.
Pengertian Korupsi Menurut Ahli Ekonomi didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku, dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan swasta.

2.2  Moralitas Koruptor
Komisi Pemberantasan Korupsi berulang kali menetapkan tersangka perkara korupsi yang terjadi di Indonesia. Sejumlah tersangka memiliki latar belakang pendidikan tinggi, seperti lulusan S3 atau bahkan sampai Guru Besar. Korupsi adalah penyakit bangsa dan secara tegas pula merupakan penyakit moral. Moral yang dimaksud adalah moralitas obyektif dann moralitas subyektif. Pemberantasan korupsi dengan demikian memasuki kedua ranah tersebut. Korupsi bisa diberantas jika secara obyektif ia dilarang (dengan memberlakukan hokum yang amat berat), dan secara subyektif pula diperangi (dengan mempertajam peran budi nurani yang dimiliki oleh setiap manusia). Di satu sisi, penegakan moralitas obyektif adalah soal penegakan aturan main dalam hidup bernegara, ketegasan, pemerintah dalam menegakkan hokum terhadao para koruptor, dan pembenahan sistem peradilan yang semakin adil. Disisi lain, penegakkan moralitas subyektif adalah soal pembenahan mentalitas apparatus Negara, pembenahan hidup kemanusiaan sebagai makhluk yang berakal budi, dan penajaman hati nurani. Penekanan kepada salah satu moralitas saja sudah cukup baik, tetapi belum cukup,

·         Moralitas Obyektif
Moralitas obyektif lahir dari kesadaran manusia untuk mencapai  kebaikan bersama. Moralitas obyektif adalah tata nilai yang secara obyektif ada dan dipatuhi bersama sebagai konsekuensi dari kodrat manusia sebagai makhluk berakal budi. Moralitas seperti ini hadir dalam bentuk aneka peraturan, perundangan, norma, dan nilai-nilai yang berkembang dalam tata hidup bersama. Ia bisa berwujud aturan yang sudah diwariskan turun-temurun, tetapi bisa juga berwujud aturan yang dengan sengaja dibuat untuk pencapaian kebaikan bersama, misalnya undang-undang, KUHP, aneka tata-tertib, dll. Untuk mencegah korupsi misalnya, manusia kemudian membuat undang-undang antikorupsi. Pelanggaran terhadap moralitas obyektif ini mengakibatkan si pelanggar dikenai sanksi dan hukum yang berlaku. Seorang koruptor, misalnya, harus dihukum jika secara obyektif dia terbukti melakukan korupsi.

·         Moralitas Subyektif
Moralitas subyektif adalah tata nilai yang secara konstitutif ada di dalam hati sanubari manusia. Karena setiap manusia berakal budi, maka setiap manusia mempunyai dalam dirinya sendiri tata nilai yang mengantarnya kepada kebaikan, dan ini harus ditaati. Berbeda dengan moralitas obyektif, pelanggaran terhadap norma subyektif ini tidak bisa dikenai hukum obyektif. Lalu instansi apa yang bisa mengawasi moralitas subyektif semacam ini? Bukan polisi, tentara, jaksa, ataupun KPK, melainkan hati nurani! Hati nurani inilah yang kemudian terlanggar jika seseorang memilih untuk menyimpang kepada keburukan dengan mau-tahu-dan bebas. Secara sekilas, agaknya moralitas subyektif ini sanksinya lebih ringan karena hanya dirinya sendiri yang tahu. Tetapi betulkah demikian? Tidak! Justru sanksi dari moralitas subyektif ini akan menghantuinya seumur hidup. Jika hukuman obyektif (sanksi penjara misalnya) hanya berlaku selama beberapa tahun dan setelah itu ia bisa melenggang bebas, tidak demikian dengan sanksi yang dijatuhkan nurani manusia!


BAB 3
METODE PENULISAN


Pada penulisan ini penulis mencari informasi yang ada dari sumber-sumber di media sosial (internet) mengenai etika bisnis agar rumusan dan tujuan penulisan ini dapat terjawab. Data penulisan ini mengunakan data sekunder. Dimana pengertian Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain. 


BAB 4
PEMBAHASAN


4.1  Penyebab Terjadinya Korupsi
Dari aspek ekonomi, dampak dari suatu tindak korupsi contohnya: Pertama, Pendanaan untuk petani, usaha kecil maupun koperasi tidak sampai ke tangan masyarakat. Kondisi seperti ini dapat menghambat pembangunan ekonomi rakyat. Keseluruhan dampak dari tindakan korupsi dalam ilmu kriminologi, dipastikan dapat terjadi karena dua hal, yakni:
o   Pertama, adanya niat (Intention). Intention/Niat ini dapat dihubungkan dengan faktor moral, budaya, individu, keinginan, dsb.
o   Kedua, adanya kesempatan (Moment). Moment/Kesempatan ini dapat dihubungkan dengan faktor sistem, struktur sosial, politik dan ekonomi, struktur pengawasan, hukum, permasalahan kelembagaan, dll..

Beberapa faktor yang menjadi alasan dari tindak korupsi, yaitu:
1.      Faktor kebutuhan
Merupakan faktor yang dapat mendorong seseorang melakukan korupsi karena keinginan untuk memiliki sesuatu namun pendapatannya tidak memungkinkan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.

2.      Faktor tekanan
Merupakan faktor yang biasanya dilakukan karena permintaan dari seseorang, kerabat atau bahkan atasan sendiri yang tidak bisa dihindari.

3.      Faktor kesempatan
Merupakan faktor yang biasanya dilakukan oleh atasan atau pemegang kekuasaan dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki untuk memperkaya dirinya, walaupun dengan cara yang salah dan melanggar undang – undang.

4.      Faktor rasionalisasi
Merupakan faktor yang biasanya dilakukan oleh pejabat tinggi seperti bupati / walikota, ditingkat kabupaten / kota atau gubernur ditingkat provinsi dengan menganggap bahwa wajar bila memiliki rumah mewah, mobil mewah dan lain sebagainya karena ia seorang pejabat pemerintahan.

Untuk menangani hal di atas, diperlukan dukungan dan tindak yang tegas baik dari pemerintah sendiri maupun dari masyarakat sekitar. Adanya sanksi hukum yang jelas, terbuka, transparan dengan kedudukan yang sama untuk setiap orang, baik pejabat atau masyarakat.

  4.2  Dampak korupsi
Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Di samping itu, juga menciptakan perilaku buruk yang dapat mendorong timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat karena dipengaruhi oleh suap, bukan karena kualitas dan manfaat.
Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Selain itu, pengaruh korupsi juga terlihat dari kurangnya inovasi atau rasa kreatif dari masing – masing karyawan dalam persaingan memajukan perusahaannya. Hal ini diakibatkan karena perusahaan – perusahaan yang bergantung hasil korupsi tidak akan menggunakan sumber daya yang ada pada perusahaannya. Ketika hal ini dipertahankan, bagi sebagian perusahaan yang jujur dan masyarakat akan dirugikan, maka cepat atau lambat akan semakin memperburuk perekonomian di Indonesia serta dapat membentuk kepribadian masyarakat yang tamak, serakah akan harta dan mementingkan diri sendiri.

  4.3  Pengaruh Korupsi terhadap kegiatan bisnis :
·         Menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi.
·  Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan.
·         Korupsi menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
·         Korupsi berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak.

Cara Memberantas Tindak Pidana Korupsi :
·         Strategi Preventif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-halyang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yangterindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkanpenyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapatmeminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya inimelibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil danmampu mencegah adanya korupsi.

·         Strategi Deduktif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agarapabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebutakan dapat diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya danseakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengandasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepatmemberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangatmembutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum,ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

·         Strategi Represif. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkanuntuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepatkepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiranini proses penanganan korupsi sejak dari tahap penyelidikan, penyidikandan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapatdisempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebutdapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.

  4.4  Pihak yang Bertanggung Jawab Atas Terjadinya Korupsi
Pihak yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia adalah Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat. Pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap pelaku-pelaku korupsi tanpa memandang pelaku adalah orang terpenting di negara kita atau seseorang yang memiliki pengaruh besar pada negera kita, agar hukum tetap adil di semua kalangan. Kemudian tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan tugas dan wewenang KPK menurut pasal 6 adalah :
1.  Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
2.  Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi.
3.      Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4.      Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5.      Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.

Masyarakat juga harus bisa bertanggung jawab dalam masalah ini, karena masyarakat harus dapat membantu pemerintah dalam memberantas korupsi ini dengan lebih aktif seperti melapor jika mengetahui ada yang berbuat penyalah gunaan seperti korupsi ini dan harus peka terhadap masalah ini di lingkungan sekitar.


BAB V
PENUTUP


5.1.            Kesimpulan
Lemahnya kejujuran, kebenaran dan kesungguhan termasuk faktor banyaknya korupsi. Dampak korupsi terhadap bisnis dan perekonomian di Indonesia sangat berpengaruh, secara tidak langsung akan meningkatkan angka kemiskinan dan dapat menyebabkan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di Indonesia. Dampak korupsi Bagi perusahaan swasta, korupsi berdampak pada ketidakadilan, ketidakseimbangan dan persaingan tidak sehat sehingga masyarakatlah yang akan dirugikan, seperti tingginya harga pasaran suatu produk (barang / jasa). Pihak yang harus bertanggung jawab akan adanya korupsi di Indonesia adalah Pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masyarakat. Pemerintah harus lebih tegas lagi terhadap pelaku-pelaku korupsi tanpa memandang pelaku adalah orang terpenting di negara kita atau seseorang yang memiliki pengaruh besar pada negera kita, agar hukum tetap adil di semua kalangan. Kemudian tujuan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi menurut pasal 4 adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Masyarakat juga harus bisa bertanggung jawab dalam masalah ini, karena masyarakat harus dapat membantu pemerintah dalam memberantas korupsi ini dengan lebih aktif seperti melapor jika mengetahui ada yang berbuat penyalah gunaan seperti korupsi ini

5.2  Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan yaitu Hukum di negara yang mengatur tentang korupsi harus lebih diterapkan lagi agar para koruptor jera dan tidak bisa melakukan kegiata korupsi lagi yang merugikan semua pihak ini. Masyarakat juga harus aktif juga dalam masalah ini

DAFTAR PUSTAKA


http://irham93.blogspot.com/2013/11/pengertian-korupsi-menurut-undang.html
Ernawan, Erni R., Business Ethics: Etika Bisnis, Bandung: CV. Alfabeta, 2007
Dr. Keraf, A. Sonny, Etika Bisnis (Tuntutan dan Relevansinya), Yogyakarta: Kanisius, 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar